Selasa, 21 Januari 2014

PEMOTONGAN PPH PASAL 21 PEGAWAI TETAP

Kemarin (Senen, 20 Januari 2014) merupakan jatuh tempo pelaporan SPT Masa PPh, seperti biasa dan sudah saya prediksikan, Kantor Pelayanan Pajak akan ramai oleh Wajib Pajak yang melapor SPT. Namun prediksi saya salah total, Kantor Pelayanan Pajaknya tidak ramai, tapi Ruamai Suekalik, ada apa gerangan ? apakah ini terjadi di semua KPP ? Biasanya kalau tanggal 20 bulan-bulan sebelumnya tidak seramai itu deh. Apakah Wajib Pajak sudah pada mulai laporan SPT Tahunan ?. Setelah saya pikir-pikir, tampaknya ini ada kaitan dengan pemberlakukan SPT Masa PPh Pasal 21 yang baru berdasarkan PER-14/PJ/2013. Sejatinya PER-14/PJ/2013 tersebut mulai berlaku sejak 1 Januari 2014, namun Pasal 8 ayat (2) PER-14/PJ/2013 menyebutkan bahwa Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan/atau pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau 26 untuk Masa Pajak Desember 2013 yang dilakukan setelah tanggal 20 Januari 2014 dilakukan dengan menggunakan formulir SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 sesuai PER-14/PJ/2013. Ini artinya, Tanggal 20 Januari 2014 kemarin adalah kesempatan terakhir untuk menggunakan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau 26 formulir lama sesuai PER-32/PJ/2009).

Namun demikian, pada tulisan saya kali ini, saya tidak akan membahas tentang SPT Masa PPh Pasal 21/26 yang baru tapi saya saya akan mengulas kembali, sekedar menghangatkan kembali ingatan kita tentang tata cara pemotongan PPh Pasal 21 berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-31/PJ/2012 yang mulai berlaku 1 Januari 2013. Peraturan ini mencabut peraturan sebelumnya yang mengatur mengenai pemotongan PPh Pasal 21 yaitu PER-31/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan PER-57/PJ/2009. Tata cara pemotongan PPh Pasal 21 yang akan diulas disini terbatas pada tata cara pemotongan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap.

DEFINISI PEGAWAI TETAP
Yang dimaksud dengan pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur

FORMULA PEMOTONGAN PPH 21
  1. Penghasilan Bruto
  2. Penghasilan pegawai tetap yang dipotong PPh Pasal 21 meliputi penghasilan yang sifatnya teratur maupun penghasilan yang sifatnya tidak teratur. Penghasilan yang bersifat teratur berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur. Penghasilan yang bersifat tidak teratur adalah penghasilan selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam setahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, tunjangan hari raya (THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun. Dalam menghitung penghasilan bruto pegawai tetap, kita juga perlu memperhatikan ketentuan Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 8 Ayat (1) dan ayat (2) PER-31/PJ/2012.


    Dalam menghitung penghasilan bruto, untuk perusahaan yang masuk program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Premi Jaminan Kematian (JK) dan premi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan bagi pegawai, termasuk juga premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya. Premi-premi tersebut digabungkan dengan penghasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai.


  3. Pengurang Penghasilan Bruto

  4. Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih,dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan atau tidak.
    Iuran pensiun, iuran THT, iuran JHT yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah iuran yang dibayar sendiri oleh pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau kepada Badan Penyelenggara Program Jamsostek. 


  5. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

  6. Pada Pasal 11 PER-31/PJ/2012 disebutkan, Besarnya PTKP per tahun adalah sebagai berikut :
    1. Rp24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
    2. Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
    3. Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
    PTKP per bulan adalah PTKP per tahun dibagi 12. PTKP untuk karyawati berlaku ketentuan :
    1. Bagi karyawati kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri. Dalam hal karyawati kawin dapat menunjukkan keterangan tertulis dari Pemerintah Daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP adalah PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk status kawin dan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
    2. Bagi karyawati tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
    Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan kondisi pada awal tahun kalender, kecuali untuk pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun kalender, maka PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun kalender yang bersangkutan.Berikut adalah PTKP Setahun yang dapat diberikan kepad Wajib Pajak berdasarkan status dan tanggungan :


  7. Tarif PPh Pasal 17 Ayat (1) huruf a UU PPh

  8. Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a adalah tarif progresif dengan 4 lapisan tarif sebagai berikut :
    Bagi pegawai tetap yang tidak memiliki NPWP, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tariff lebih tinggi 20% daripada tariff yang diterapkan terhadap pegawai yang memiliki NPWP.
CONTOH PERHITUNGAN
  1. PEGAWAI TETAP DENGAN GAJI BULANAN
  2. Budi Karyanto pegawai pada perusahaan PT Chandra Kirana, menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp. 3.000.000. PT Chandra Kirana mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0.5% dan 0.3% dari gaji. PT Chandra Kirana menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3.7% dari gaji sedangkan Budi Karyanto membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Chandra Kirana juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT Chandra Kirana membayar iuran pensiun untuk Budi Karyanto ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp. 100.000, sedangkan Budi Karyanto membayar iurang pensiun sebesar Rp. 50.000. Pada bulan Januari 2013 Budi Karyanto hanya menerima pembayaran berupa gaji. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Januari 2013 adalah sebagai berikut:
  3. PEGAWAI TETAP DENGAN GAJI MINGGUAN
  4. Heri Herawan pegawai pada perusahaan PT Segara dengan memperoleh gaji mingguan sebesar Rp. 1.000.000. Heri Herawan berstatus telah menikah dan mempunyai seorang anak. PT Segara masuk program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masih-masing setiap bulan sebesar 1% dan 0.3% dari gaji. PT Segara membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3.7% dari gaji dan Heri Herawan membayar iuran pensiun Rp. 20.000 dan Jaminan Hari Tua sebesar 2% dari gaji. Dalam minggu pertama pada bulan Agustus 2013 Heri Herawan hanya memperoleh pembayaran berupa gaji saja sehingga penghitungan PPh Pasal 21 untuk minggu pertama bulan Agustus adalah :


  5. PEGAWAI TETAP DENGAN GAJI HARIAN

  6. Nasrun pada tahun 2013 bekerja sebagai pegawai tetap pada perusahaan PT Rejo Indonusa dengan memperoleh gaji yang dibayar harian sebesar Rp. 150.000. Nasrun kawin dan mempunyai seorang anak. PT Rejo Indonusa masuk program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing setiap bulan sebesar 1% dan 0.3% dari gaji. PT Rejo Indonusa membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3.7% dari gaji dan Nasrun membayar iuran pensiun Rp. 25.000 dan Jaminan Hari Tua sebesar 2% dari gaji. Penghitungan PPh Pasal 21 yang dipotong adalah sebagai berikut :


  7. PEGAWAI TETAP MENERIMA UANG RAPEL

  8. Budi Karyanto sebagaimana tersebut dalam contoh perhitungan huruf A diatas pada bulan Juni 2013 menerima kenaikan gaji menjadi Rp. 3.500.000 sebulan dan berlaku surut sejak 1 Januari 2013. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut maka Budi Karyanto menerima rapel sejumlah Rp. 2.500.000 (kekurangan gaji untuk masa Januari s.d Mei 2013). Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas uang rapel tersebut, terlebih dahulu dihitung kembali PPh Pasal 21 untuk masa Januari s.d Mei 2013 atas dasar penghasilan setelah ada kenaikan gaji. Dengan demikian penghitungan penghitungan PPh Pasal 21 terutangnya adalah sebagai berikut :


  9. PEGAWAI TETAP MENERIMA PENGHASILAN TIDAK TERATUR
  10. Peghasilan tidak teratur yang diterima pegawai tidak tetap antara lain dapat berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan hari raya atau tahun baru, bonus, premi, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap dan pada umumnya diberikan sekali dalam setahun. 
    Joko (tidak kawin) bekerja pada PT Qolbu dengan memperoleh gaji sebesar Rp. 2.500.000 sebulan. Pada bulan Maret 2013 Joko memperoleh bonus sebesar Rp. 5.000.000 sehingga pada bulan Maret 2013 Joko memperoleh penghasilan berupa gaji Rp. 2.500.000 dan bonus sebesar Rp. 5.000.000. Setiap bulannya Joko membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp. 60.000. Cara menghitung PPh Pasal 21 atas bonus adalah : 

    Dengan demikian PPh Pasal 21 yang dipotong atas pemberian bonus tersebut adalah Rp. 411.500 - Rp. 174.000 = Rp. 237.500


  11. PEGAWAI TETAP DIPINDAHTUGASKAN DALAM TAHUN BERJALAN
  12. Pada saat pegawai dipindahtugaskan, pegawai yang bersangkutan tidak berhenti bekerja dari perusahaan tempat dia bekerja. Pegawai yang bersangkutan masih tetap bekerja pada perusahaan yang sama dan hanya berubah lokasinya saja. Dengan demikian dalam penghitungan PPh Pasal 21 tetap menggunakan dasar penghitungan selama setahun. 
    Agus yang berstatus belum menikah adalah pegawai pada PT Nusantara di Jakarta. Sejak 1 Juni 2013 dipindahtugaskan ke kantor cabang di bandung dan pada 1 Oktober 2013 dipindahtugaskan lagi ke kantor cabang di Garut. Gaji Agus sebesar Rp. 3.500.000 dan pembayaran iuran pensiun yang dibayar sendiri sebulan sejumlah Rp. 100.000. Selama bekerja di PT Nusantara Agus hanya menerima penghasilan berupa gaji saja. Perhitungan PPh Pasal 21: 




  13. PEGAWAI TETAP MULAI BEKERJA DALAM TAHUN BERJALAN
  14. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap yang mulai bekerja dalam tahun berjalan dibedakan menjadi dua yaitu untuk pegawai yang kewajiban pajak subyektifnya sebagai Subyek Pajak Dalam Negeri sudah ada sejak awal tahun kalender dan untuk pegawai yang kewajiban pajak subyektifnya sebagai Subyek Pajak Dalam Negeri dimulai setelah permulaan tahun pajak. 

    Pegawai dengan kewajiban pajak subyektif sejak awal tahun kalender
    Budiyanta bekerja pada PT Xiang sebagai pegawai tetap sejak 1 September 2013. Budiyanta menikah tetapi belum punya anak. Gaji sebulan adalah Rp. 8.000.000 dan iuran pensiun yang dibayar setiap bulan adalah Rp. 150.000. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan September 2013 dalam hal Budiyanta hanya menerima penghasilan berupa gaji adalah :
    Pegawai dengan kewajiban pajak subyektif setelah permulaan Tahun Pajak.
    David (K/3) mulai bekerja 1 September 2013. Ia bekerja di Indonesia s.d Agustus 2015. Selama Tahun 2013 menerima gaji per bulan Rp. 20.000.000. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan September 2013 dalam hal David hanya menerima penghasilan berupa gaji adalah sebagai berikut :


  15. PEGAWAI TETAP BERHENTI BEKERJA DALAM TAHUN BERJALAN
  16. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap yang berhenti bekerja dalam tahun berjalan dapat dibedakan menjadi dua yaitu untuk pegawai yang pada saat berhenti bekerja masih memiliki kewajiban subyektif dan untuk pegawai yang pada saat berhenti bekerja sekaligus kehilangan kewajiban pajak subyektif. 

    Pegawai Tetap Berhenti Bekerja dan Masih Memiliki Kewajiban Pajak Subyektif
    Marwanto yang berstatus belum menikah adalah pegawai pada PT Mahakam di Yogyakarta. Sejak 1 Oktober 2013, yang bersangkutan berhenti bekerja di PT Mahakam. Gaji Marwanto setiap bulan adalah Rp. 3.500.000 dan yang bersangkutan membayar iuran pensiun kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan sejumlah Rp. 100.000 setiap bulan. Selama bekerja di PT Mahakam, Marwanto hanya menerima penghasilan berupa gaji saja. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:
    Kelebihan pemotongan sebesar Rp. 243.750 dikembalikan oleh PT Mahakam kepada pegawai yang bersangkutan pada saat pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21.

    Pegawai Tetap Berhenti Bekerja dan Sekaligus Kehilangan Kewajiban Pajak Subyektif
    Lewis Oshea (K/3) mulai bekerja Mei 2005 dan berhenti bekerja sejak 1 Juni 2013 dan meninggalkan Indonesia ke Negara asalnya (kehilangan kewajiban pajak subyektif). Selama tahun 2013 menerima gaji perbulan sebesar Rp. 15.000.000 dan pada bulan April 2013 menerima bonus Rp. 20.000.000.




    1. PEGAWAI TETAP MENERIMA PENGHASILAN DALAM MATA UANG ASING
    2. Neill Mc Leary adalah seorang pegawai tetap memperoleh gaji pada bulan Januari 2013 dalam mata uang asing sebesar US$2.000 sebulan. Kurs yang berlaku untuk bulan Januari 2013 berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan adalah Rp. 11.250 per US$ 1. Neill Mc Leary berstatus menikah dengan 1 anak. 


    3. PEGAWAI TETAP DENGAN PPH 21 DITANGGUNG PEMBERI KERJA
    4. Dalam hal PPh Pasal 21 atas gaji pegawai ditanggung oleh pemberi kerja, pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja tersebut termasuk dalam pengertian kenikmatan sebagaiman dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b PER-31/PJ/2012 dan bukan merupakan penghasilan pegawai yang bersangkutan kecuali pemberi kerja tersebut adalah Wajib Pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit). 
      Arif Mulyana adalah seorang pegawai dari PT Lautan Otomata dengan status menikah dan mempunyai 3 orang anak. Dia menerima gaji Rp. 4.000.000 sebulan dan PPh ditanggung oleh pemberi kerja. Tiap bulan ia membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp. 150.000. Penghitungan Pph Pasal 21 untuk bulan Juli 2013 dalam hal Arif hanya menerima pembayaran gaji saja adalah: 

      PPh Pasal 21 sebesar Rp. 47.500 ini ditanggung dan dibayar oleh pemberi kerja. Jumlah sebesar Rp. 47.500 tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak kepada Arif Mulyana.


    5. PEGAWAI TETAP MENERIMA TUNJANGAN PAJAK
    6. Tunjangan pajak merupakan penghasilan bagi pegawai yang bersangkutan dan ditambahkan pada penghasilan yang diterimanya. Peri Irawan (status belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan) bekerja pada PT Kartika dengan memperoleh gaji sebesar Rp. 2.500.000 sebulan. Kepada Peri Irawan diberikan tunjangan pajak sebesar Rp. 25.000. Iuran pensiun yang dibayar oleh Peri Irawan adalah sebesar Rp. 25.000 sebulan. Pph Pasal 21 bulan September 2013 dalam hal Peri Irawan tidak menerima penghasilan dari PT Kartika selain gaji adalah : 


    7. PEGAWAI TETAP MENERIMA NATURA ATAU KENIKMATAN LAINNYA YANG DIBERIKAN OLEH WP YANG PENGENAAN PAJAKNYA BERSIFAT FINAL ATAU BERDASARKAN NORMA PENGHITUNGAN KHUSUS (DEEMED PROFIT)
    8. Qalbun Junaidi adalah Warga Negara RI yang bekerja pada suatu perwakilan dagang asing yang pengenaan pajaknya menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit), pada bulan Agustus 2013 memperoleh gaji sebesar Rp. 2.500.000 sebulan beserta beras 50 kg dan gula 10 kg. Qalbun Junaidi berstatus menikah dengan 1 orang anak. Nilai uang dari beras dan gula dihitung berdasarkan harga pasar yaitu : Harga beras : Rp. 10.000 / kg, Harga gula : Rp. 8.000 / kg. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut : 


    9. PEGAWAI TETAP BARU MEMILIKI NPWP PADA TAHUN BERJALAN
    10. Wahyu Santosa status belum menikah dan tidak memiliki tanggungan keluarga, bekerja pada PT Fajar dengan memperoleh gaji dan tunjangan setiap bulan sebesar Rp. 5.500.000 dan yang bersangkutan membayar iuran pensiun kepada perusahaan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan setiap bulan sebesar Rp. 200.000. Wahyu Santosa baru memiliki NPWP pada bulan Juni 2013 dan menyerahkan fotokopi kartu NPWP kepada PT Fajar untuk digunakan sebagai dasaar pemotongan PPh Pasal 21 bulan Juni. Perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap bulan untuk bulan Januari – Mei 2013 adalah sebagai berikut: 
      Penghitungan PPh Pasal 21 terutang dan yang harus dipotong untuk bulan Juni 2013, setelah yang bersangkutan memiliki NPWP dan menyerahkan fotokopi kartu NPWP kepada pemberi kerja, dengan catatan gaji dan tunjangan untuk bulan Juni 2013 tidak berubah adalah sebagai berikut:
      Apabila Wahyu Santosa baru memiliki NPWP pada akhir Nopember 2013 dan menyerahkan fotokopi NPWP sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk bulan Desember 2013, dengan asumsi penghasilan setiap bulan besarnya sama dan tidak ada penghasilan lain selain penghasilan tetap dan teratur setiap bulan tersebut, maka penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Desember 2013 adalah sebagai berikut :
      Karena jumlah yang diperhitungkan lebih besar daripada jumlah PPh Pasal 21 terutang untuk bulan Desember 2013, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk bulan tersebut adalah NIHIL. Jumlah sebesar Rp. 180.000 dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 untuk bulan-bulan selanjutnya dalam tahun kalender berikutnya. Karena jumlah tersebut sudah diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang untuk bulan-bulan berikutnya, jumlah tersebut tidak termasuk dalam kredit pajak yang dapat diperhitungkan oleh pegawai tetap dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan WP OP yang bersangkutan.


    11. PPH YANG HARUS DIPOTONG PADA MASA PAJAK TERAKHIR
    12. Penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada Masa Pajak terakhir, yaitu :
      1. Bulan Desember untuk pegawai tetap yang bekerja sampai dengan akhir tahun kalender. Dalam hal Penghasilan tetap dan teratur setiap bulan sama/tidak berubah, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Desember besarnya sama dengan yang dipotong pada bulan sebelumnya. Dalam hal besarnya penghasilan tetap dan teratur setiap bulan mengalami perubahan, maka penghitungan PPh Pasal 21 menjadi sebagai berikut : 
      2. Jaka Lelana status belum menikah dan tidak memiliki tanggungan keluarga bekerja pada PT Lazuardi dengan memperoleh gaji dan tunjangan setiap bulan sebesar Rp. 5.500.000 dan yang bersangkutan membayar iuran pensiun kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan setiap bulan sebesar Rp. 200.000. Mulai bulan Juli 2013, Jaka Lelana memperoleh kenaikan penghasilan tetap setiap bulan menjadi Rp. 7.000.000. Penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap bulan untuk bulan Januari – Juni 2013:



      3. Bulan terakhir memperoleh gaji atau penghasilan tetap dan teratur karena yang bersangkutan berhenti bekerja. Penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan terakhir sama dengan contoh pada huruf H.

    Minggu, 12 Januari 2014

    MINTA NOMOR SERI FAKTUR PAJAK KE DJP

    Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor:PER-24/PJ/2012 memberikan perubahan besar pada penomoran (nomor seri) Faktur Pajak. Berdasarkan ketentuan sebelumnya yaitu PER-13/PJ/2010 sttd PER-65/PJ/2010, nomor seri Faktur Pajak ditentukan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan harus berurutan. Sementara berdasarkan PER-24/PJ/2012, nomor seri Faktur Pajak diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan mekanisme yang ditentukan oleh DJP. Bagaimanakah mekanisme untuk mendapatkan nomor seri Faktur Pajak dari DJP ? mari kita bahas bersama.
    Untuk mendapatkan nomor seri Faktur Pajak, terdapat dua tahap permohonan yaitu :
    1. Permohonan Kode Aktivasi dan Password (formulirnya dapat didownload disini).
    2. Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak (formulirnya dapat didownload disini).
    PERMOHONAN KODE AKTIVASI DAN PASSWORD (WAKTU PELAYANAN 3 HARI KERJA)
    Permohonan kode aktivasi dan password dilakukan dengan mengisi formulir permohonan kode aktivasi dan password dengan lengkap kemudian disampaikan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP terdaftar. Untuk dapat diberikan kode aktivasi dan password oleh KPP, PKP harus memenuhi syarat yaitu telah dilakukan registrasi ulang PKP dengan hasil registrasi menyatakan PKP tetap dikukuhkan atau PKP telah dilakukan verifikasi. 
    Dalam hal syarat-syarat terpenuhi, KPP akan menerbitkan surat pemberitahuan kode aktivasi yang dikirim via pos serta password yang dikirim via email ke alamat email PKP yang dicantumkan dalam surat permohonan kode aktivasi dan password. Jadi pada tahapan ini, Alamat korespondensi serta kebenaran penulisan email penting untuk diperhatikan agar kode aktivasi dan password dapat segera diterima PKP. Pastikan alamat korespondensi PKP yang terkini sudah sesuai dengan basis data yang ada di KPP.
    Dalam hal surat pemberitahuan kode aktivasi kembali pos (kempos), KPP akan memberitahukannya via email sesuai alamat email PKP yang tercantum dalam surat permohonan. Sebagai konsekuensi dari kondisi ini adalah PKP mengajukan kembali permohonan kode aktivasi dan password. PKP mengajukan perubahan alamat (perubahan data) ke KPP agar alamat PKP sesuai dengan alamat pada data KPP.
    Dalam hal surat pemberitahuan kode aktivasi hilang, PKP dapat meminta kembali ke KPP dengan melampirkan fotokopi surat keterangan hilang dari Kepolisian dan bukti penerimaan surat dari KPP atas surat permohonan kode aktivasi dan password.

    PERMINTAAN NOMOR SERI FAKTUR PAJAK
    PKP mengisi surat permintaan nomor seri Faktur Pajak dengan lengkap dan menyampaikan secara langsung ke KPP tempat PKP terdaftar. Syarat yang harus dipenuhi agar PKP bisa mendapatkan nomor seri Faktur Pajak adalah :
    1. PKP telah memiliki kode aktivasi dan password; dan
    2. PKP telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 Masa Pajak terakhir yang telah jatuh tempo secara berturut-turut pada tanggal permintaan disampaikan ke KPP.
    Terkait dengan jumlah nomor seri Faktur Pajak yang dapat diberikan kepada PKP dalam 1 permohonan nomor seri Faktur Pajak, berlaku ketentuan sebagaimana SE-52/PJ/2012. Maksimal nomor seri faktur pajak yang dapat diberikan adalah:
    1. 75  Nomor Seri untuk PKP baru atau PKP yang melaporkan SPT Masa PPN secara manual/hardcopy.
    2. 120% dari jumlah Faktur Pajak yang diterbitkan PKP selama 3 bulan sebelumnya untuk PKP yang melaporkan SPT Masa PPN secara elektronik (E-SPT).
    Misalnya : PKP yang melaporkan SPT Masa PPN secara elektronik, Mengajukan permintaan nomor seri Faktur Pajak pada tanggal 13 Januari 2014. SPT Masa PPN yang telah jatuh tempo pada saat PKP mengajukan permintaan nomor seri Faktur Pajak adalah SPT Masa PPN Masa September 2013, Oktober 2013, dan Nopember 2013. Adapun jumlah faktur pajak yang diterbitkan oleh PKP pada 3 Masa Pajak tersebut adalah sebagai berikut :
    Maksimal nomor seri Faktur Pajak yang dapat diberikan kepada PKP tersebut untuk permintaan nomor seri Faktur Pajak tanggal 13 Januari 2014 adalah 120% x (30 + 25 + 45) = 120 nomor seri Faktur Pajak.

    PKP PINDAH 
    Dalam hal PKP pindah tempat kegiatan usaha yang wilayah kerjanya berada diluar KPP tempat PKP terdaftar sebelumnya, Maka PKP harus mengajukan kembali permohonan kode aktivasi dan password  ke KPP tempat PKP terdaftar yang baru dengan menunjukkan asli surat pemberitahuan kode aktivasi dari KPP sebelumnya. Sementara untuk nomor seri FP yang diberikan oleh KPP sebelumnya dan belum digunakan oleh PKP tetap bisa dilanjutkan penggunaannya.

    Kamis, 09 Januari 2014

    JANGAN SALAH AMBIL FORM SPT

    Tanggal-tanggal di Awal Bulan Januari seperti ini ternyata sudah banyak Wajib Pajak Orang Pribadi yang bertanya mengenai cara pengisian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. Wow .... mereka rajin-rajin sekali. Memang jauh lebih baik (jika memungkinkan) untuk memenuhi kewajiban perpajakan kita dalam hal ini menyampaikan SPT Tahunan PPh OP jauh-jauh hari sebelum batas akhir pelaporan. Karena kalau menunggu untuk melaporkan SPT Tahunan PPh di Bulan Maret, ya berarti siap-siap untuk meluangkan lebih banyak waktu ke Kantor Pelayanan Pajak karena antrean akan ramai. Di Awal-awal Januari seperti ini menurut saya paling enak, mau konsultasi dulu dengan Account Representative juga enak (ruangan Seksi Waskon belum penuh dengan WP yang mau konsultasi, terutama yang di KPP Pratama). 
    Sebelum mempersiapkan diri untuk membuat SPT Tahunan PPh, ada baiknya kita lengkapi dulu amunisi kita dengan pengetahuan tentang jenis-jenis formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dan peruntukkannya. Hal ini penting supaya langkah kita dalam pemenuhan kewajiban melaporkan SPT Tahunan PPh menjadi lebih efektif dan efisien. Menggunakan formulir SPT Tahunan PPh OP yang salah berarti kerja dua kali, Anda harus siap-siap mendapat surat permintaan kelengkapan SPT dari KPP Terdaftar yang didalamnya terdapat instruksi untuk mengganti formulir SPT. 
    Peraturan Perpajakan yang mengatur mengenai formulir SPT Tahunan PPh adalah Peraturan Direktur  Jenderal Pajak Nomor: PER-26/PJ/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-34/PJ/2010 Tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan Beserta Petunjuk Pengisiannya. PER-26/PJ/2013 ini diberlakukan untuk pengisian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2013 dan seterusnya. Adapun jenis SPT PPh OP dan peruntukkannya adalah sebagai berikut :
    Ada semacam hirarki diantara ketiga jenis SPT PPh OP tersebut. SPT 1770 memiliki kompleksitas dan lingkup peruntukkan yang lebih luas dibandingkan SPT 1770 S. Demikian juga SPT 1770 S memiliki kompleksitas dan lingkup peruntukan yang lebih luas dibandingkan dengan SPT 1770 SS. SPT 1770 SS sesuai dengan namanya "SS = Sangat Sederhana" memang merupakan SPT yang paling sederhana dibandingkan 1770 S dan 1770. 
    Sebagai contoh, Wajib Pajak A yang memperoleh penghasilan (selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas) dengan jumlah bruto Rp. 50.000.000 setahun maka dia boleh menggunakan SPT 1770 SS, dia juga boleh menggunakan SPT 1770 S, juga boleh menggunakan SPT 1770. WP A sebaiknya memilih menggunakan SPT 1770 SS karena disamping secara ketentuan perpajakan diperbolehkan, juga paling sederhana pengisiannya. Contoh lainnya, WP B yang memperoleh penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas maka WP B menggunakan SPT 1770. WP B tidak boleh menggunakan SPT 1770 S dan SPT 1770 SS.

    Demikian, Selamat memilih SPT :)

    Rabu, 08 Januari 2014

    PANDUAN SINGKAT PENGGUNAAN APLIKASI ESPT PPN 1111

    Mungkin masih banyak pengusaha dalam hal ini Pengusaha Kena Pajak yang memiliki kewajiban melaporkan SPT Masa PPN 1111, masih bingung dalam menggunakan aplikasi E-SPT PPN 1111. Aplikasi ini sejatinya sangat membantu PKP dalam membuat pelaporan SPT Masa PPN, beberapa fitur dalam aplikasi ini dapat meminimalisir kesalahan-kesalahan dalam membuat laporan SPT dibandingkan kita membuat laporan SPT Masa PPN secara manual pada SPT Masa PPN Hardcopy maupun SPT Masa PPN format excel.
    Pada bagian ini saya akan membahas operasi dasar/utama penggunaan aplikasi e-SPT PPN 1111 mulai dari membuat koneksi ke database, membuat profil PKP, menginput Pajak Keluaran, menginput Pajak Masukan, sampai dengan mencetak SPT dan membuat file scv yang siap untuk dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak. 

    GAMBARAN SINGKAT 
    Berikut saya rinci secara ringkas langkah-langkah dalam penggunaan aplikasi e-SPT PPN 1111 :
    1. Pastikan aplikasi e-SPT PPN 1111 sudah terinstall dengan baik di laptop atau PC dan pastikan aplikasi e-SPT yang terinstall tersebut sudah merupakan aplikasi e-SPT yang paling update. Aplikasi e-SPT PPN 1111 yang paling update saat ini tampaknya masih yang versi 1.5.
    2. Koneksi Database. Caranya klik menu Program pada pojok kiri atas kemudian pilih "Koneksi Database". Kemudian pilih "Data_2007.accdb". Aplikasi akan meminta username dan password. Username: administrator, password: 123.
    3. Isi data profil PKP pada form informasi profil Wajib Pajak. Kolom-kolom yang ada tanda (*) wajib diisi. Jika sudah selesai klik tombol simpan.
    4. Sebelum mulai menginput Pajak Keluaran, rekam terlebih dahulu surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak yang sudah diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak melalui menu Tools -> Referensi -> Jatah Faktur Pajak.
    5. Input data Pajak Keluaran pada menu Input Data -> Pajak Keluaran. Input juga data Pajak Masukan pada menu Input Data -> Pajak Masukan.
    6. Posting data pajak keluaran dan data pajak masukan yang sudah diinput melalui menu Input Data -> Posting Data. Posting bisa juga dilakukan melalui tombol posting yang ada pada form daftar faktur pajak keluaran atau form daftar faktur pajak masukan.
    7. Untuk mengaktifkan SPT yang dibuat klik menu Setting -> Setting SPT PPN 1111. Pilih Masa Pajak nya kemudian pilih "Uuntuk Dilihat/Diedit".
    8. Tampilan SPT hasil perekaman dapat dilihat melalui menu SPT -> Lampiran SPT 1111 untuk melihat lampiran-lampiran SPT atau menu SPT -> Induk SPT 1111 untuk melihat induk SPT. Silahkan melengkapi induk SPT dan lampiran AB dengan mengisi kolom-kolom yang aktif (berwarna putih). Apabila sudah selesai melengkapi induk SPT kemudian klik simpan.
    9. Jangan lupa input Surat Setoran Pajak jika SPT Masa PPN Kurang Bayar melalui menu SPT -> Surat Setoran Pajak.
    10. Cetak SPT melalui menu SPT -> Cetak SPT. Pilih Masa Pajak SPT Masa PPN yang akan dicetak dan centang Form SPT yang akan dicetak.
    11. Buat file csv untuk pelaporan SPT melalui menu SPT -> Buat Csv. 
    12. Bawa media elektronik (flashdisk/CD/DVD) yang sudah berisi file csv tersebut serta Induk SPT yang sudah ditandatangani ke Kantor Pelayanan Pajak dalam rangka pelaporan SPT Masa PPN. 
    GAMBARAN LEBIH DETAIL
    Apabila masih bingung dengan gambaran singkat diatas, berikut dapat disimak gambaran lebih detail untuk tahap-tahap penggunaan aplikasi e-spt PPN 1111.
    1. Koneksi Database
    2. Setelah memilih menu Progran -> Koneksi Database maka akan muncul form "pilih database acces".
      Pada form tersebut terdapat dua pilihan database yaitu data.mdb dan data_2007.accdb. Pilih data.mdb apabila Microsoft Office yang terinstall di komputer adalah Microsoft access tahun 2003 ke bawah. Pilih data_2007.accdb apabila Microsoft Office yang terinstall di komputer adalah Microsoft Access 2007 keatas. Satu database hanya bisa digunakan untuk merekam data dari 1 Wajib Pajak. Apabila aplikasi e-SPT ini hendak digunakan untuk beberapa WP, silahkan untuk melakukan penambahan database. Penting untuk mengganti nama database menjadi nama WP atau NPWP agar ketika aplikasi e-SPT dihapus/uninstall, database tidak ikut terhapus. Lebih penting lagi untuk rajin-rajin membuat copy database (backup) diluar hardisk komputer (misalnya CD) untuk mengatisipasi apabila komputer error/hardisk komputer rusak tidak bisa diselamatkan.


    3. Login

    4. Setelah memilih database, maka akan muncul form login. ketikan username: administrator dan password: 123. Username dan password ini dapat diganti melalui menu Tools -> Users -> Ganti Password.


    5. Rekam Informasi Profil Wajib Pajak.

    6. Setelah login maka secara otomatis akan muncul form informasi profil Wajib Pajak.
      Isilah form tersebut dengan lengkap. Kolom yang bertanda (*) wajib diisi. Setelah selesai diisi klik simpan. Perubahan profil wajib pajak kedepannya bisa saja terjadi. Misalnya Wajib Pajak pindah alamat dan perubahan nomor telepon. Untuk melakukan perubahan profil WP yang sudah disimpan, pilih menu Setting -> Profil Wajib Pajak -> Klik Ubah.



    7. Rekam Jatah Faktur Pajak

    8. Ambil surat pemberitahuan nomor seri faktur pajak yang diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak. Rekam informasi nomor surat dan nomor seri faktur pajak pada menu Tools -> Referensi -> Jatah Faktur Pajak.


    9. Input Pajak Keluaran

    10. Untuk mulai melakukan perekaman Faktur Pajak Keluaran, pilih menu Input Data -> Pajak Keluaran, maka akan muncul form berikut :
      Pastikan masa pajak (pada kotak merah) yang dipilih sudah benar. Untuk memulai perekaman Faktur Pajak Keluaran, klik tombol "baru" pada bagian bawah tampilan dan akan muncul form input pajak keluaran sebagai berikut :
      Silahkan diisi form input pajak keluaran tersebut sesuai dengan data yang ada pada faktur pajak keluaran. Untuk mengisi kolom detail transaksi, perhatikan fisik faktur pajak keluaran, terutama kode transaksi (dua digit pertama pada kode dan nomor seri faktur pajak keluaran) karena kolom detail transaksi mencerminkan juga kode transaksi pada faktur pajak keluaran. Apabila semua kolom sudah terisi lalu klik simpan. Akan muncul tampilan seperti ini :
      Pilih Yes apabila masih ada faktur pajak keluaran yang akan direkam atau pilih No jika tidak ada lagi faktur pajak keluaran yang akan direkam.


    11. Input Pajak Masukan

    12. Input Faktur Pajak Masukan melalui menu Input Data -> Pajak Masukan maka akan muncul form daftar faktur pajak masukan. Seperti menginput pajak keluaran, pertama pastikan masa pajak yang dipilih sudah benar. Kemudian untuk mulai menginput, klik baru. Maka akan muncul tampilan input pajak masukan. Isilah kolom-kolom pada tampilan tersebut sesuai dengan data yang tercantum pada fisik faktur pajak masukan.


    13. Posting. Untuk memposting data faktur pajak keluaran dan data faktur pajak masukan silahkan pilih menu Input Data -> Posting Data.
    14. Mengaktifkan SPT
    15. Untuk dapat melihat tampilan SPT Masa PPN yang sudah dibuat, kita perlu mengaktifkan SPT tersebut melalui menu Setting -> Setting SPT PPN 1111. Maka akan muncul tampilan sebagai berikut :
      Pilih untuk dilihat/diedit. Pilihan "buat SPT Pembetulan (N+1)" digunakan apabila hendak membuat SPT Masa PPN Pembetulan ke-1, ke-2, dan seterusnya.


    16. Melihat dan Melengkapi Induk SPT dan Lampiran 1111 AB
    17. Setelah SPT diaktifkan melalui menu setting seperti diatas, barulah tampilan induk SPT dan lampiran-lampiranya bisa dilihat. Caranya pilih menu SPT -> Lampiran SPT 1111 (untuk melihat lampiran SPT) atau Menu SPT -> Induk SPT (untuk melihat induk SPT). Cek kembali kebenaran dan kelengkapan data yang telah diinput. Jika sudah lengkap dan benar maka klik simpan.


    18. Input Surat Setoran Pajak
    19. Surat Setoran Pajak dapat diinput melalui induk SPT atau melalui menu SPT -> Surat Setoran Pajak -> SSP PPN yang telah dibayar. Input data Surat Setoran Pajak yang telah disetorkan. Jumlah nominal SSP yang diinput harus sama dengan nilai kurang bayar yang muncul pada induk SPT.


    20. Cetak SPT
    21. Selanjutnya silahkan cetak SPT melalui menu SPT -> Cetak SPT. Untuk pelaporan SPT Masa PPN dengan menggunakan e-SPT, SPT yang diperlukan hanya induk SPT saja.


    22. Buat File Data Pelaporan
    23. Buat file elektronik yang akan dibawa ke Kantor Pelayanan Pajak bersama dengan Induk SPT. Caranya pilih menu SPT -> Buat CSV.
      Pilih Masa Pajaknya dan Tahun Pajaknya kemudian klik simpan. Selanjutnya akan muncul notifikasi seperti ini :
      Pilih Yes apabila sudah benar. Selanjutnya tentukan tempat/folder dimana file csv akan disimpan. Jika sudah, pilih OK.

    Senin, 06 Januari 2014

    PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)

    Tahun Pajak 2013 sudah berakhir dan saatnya kita mempersiapkan SPT Tahunan. Kalau kita melihat kembali Tahun Pajak 2013, telah lahir cukup banyak peraturan perpajakan dan beberapa diantaranya membawa perubahan yang cukup besar bagi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Yang paling "HOT" secara subyektif saya bilang adalah Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 yang memberlakukan Pajak Penghasilan sebesar 1% dari omzet dan bersifat final. PP 46 Tahun 2013 ini mulai berlaku 1 Juli 2013. 
    Namun demikian pada artikel ini saya tidak akan membahas mengenai PP 46 Tahun 2013 melainkan membahas mengenai Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). PTKP yang berlaku Tahun Pajak 2013 mengalami perubahan dibandingkan Tahun Pajak 2012 dengan diundangkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor: PMK-162/PMK.011/2012 yang mulai berlaku 1 Januari 2013.

    BESARAN PTKP
    Untuk mengitung berapa PTKP yang dapat berikan kepada seorang Wajib Pajak sebelumnya kita harus mengetahui terlebih dahulu kondisi Wajib Pajak antara lain status menikah/belum serta tanggungan. Berdasarkan PMK-162/PMK.011/2012 yang mulai berlaku 1 Januari 2013, PTKP dapat diberikan kepada :
    1. Rp. 24.300.000 - Untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi
    2. Rp. 2.025.000 - Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.
    3. Rp. 24.300.000 - Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud pasal 8 ayat (1) UU PPh.
    4. Rp. 2.025.000 - Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
    Kondisi Wajib Pajak yang dijadikan acuan dalam menentukan besaran PTKP yang dapat diberikan adalah kondisi Wajib Pajak pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak. Misalnya pada awal tahun pajak WP memiliki status belum menikah dan tidak memiliki tanggungan kemudian pada bulan April tahun pajak tersebut WP menikah. Maka PTKP yang dapat diberikan kepada WP pada tahun Pajak tersebut adalah PTKP untuk diri Wajib Pajak. WP tidak berhak atas PTKP tambahan untuk status menikah.

    Hal lain yang menarik untuk dibahas adalah mengenai PTKP tanggungan yaitu setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat. Untuk memperjelas siapa yang dimaksud dengan keluarga sedarah dan semenda, saya buatkan ilustrasi dibawah ini :
    Melihat gambar ilustrasi diatas maka keluarga sedarah dan semenda yang berhak atas PTKP tanggungan adalah keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus (digambarkan dengan kolom warna hijau). 
    Apabila WP berstatus kawin itu perempuan, maka dia tidak berhak atas PTKP status kawin dan PTKP tanggungan, karena PTKP tersebut sudah diberikan kepada suaminya (paham patrilineal), kecuali suami tidak bekerja yang didukung dengan surat keterangan dari pemerintah daerah setempat minimal camat bahwa suami tidak bekerja.

    CONTOH PERHITUNGAN PTKP
    1. WP A pada awal Tahun Pajak 2013 memiliki status belum menikah serta tidak memiliki tanggungan (TK/0). Maka PTKP untuk WP A pada Tahun Pajak 2013 adalah PTKP untuk diri Wajib Pajak Pribadi yaitu Rp. 24.300.000
    2. WP A pada bulan Oktober 2013 menikah dan juga mulai menanggung Ayah Kandung dan Adik Kandung. Dengan demikian pada awal Tahun Pajak 2014 WP A memiliki kondisi sudah menikah dan menanggung 1 orang Ayah Kandung dan 1 orang adik kandung. PTKP untuk WP A adalah PTKP untuk diri Wajib Pajak Pribadi (Rp. 24.300.000) + PTKP untuk Wajib Pajak kawin (Rp. 2.025.000) + 1 PTKP Tanggungan (Rp. 2.025.000, Adik kandung tidak bisa mendapatkan PTKP tanggungan karena adik kandung bukan merupakan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus). Dengan dmikian PTKP untuk WP A Tahun Pajak 2014 adalah Rp. 28.350.000.
    HISTORI
    Besaran PTKP sebelumnya telah mengalami beberapa kali perubahan dengan mempertimbangkan perkembangan bidang ekonomi dan moneter serta perkembangan harga kebutuhan pokok. Adapun besaran PTKP yang pernah berlaku sejak tahun 2005 adalah sebagai berikut :

    Kode
    UU PPh 2008 (berlaku  1/1/2009 – 31/12/2012)
    PMK-137/PMK.03/2005 (berlaku 1/1/2006-31/12/2008)
    PMK-564/KMK.03/2004 (berlaku 1/1/2005-31/12/2005)
    A
    15.840.000
    13.200.000
    12.000.000
    B
    1.320.000
    1.200.000
    1.200.000
    C
    15.840.000
    13.200.000
    12.000.000
    D
    1.320.000
    1.200.000
    1.200.000

    Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...