Selasa, 04 Maret 2014

PPH ATAS DIVIDEN

Sebagaimana kita ketahui, Obyek Pajak Penghasilan sudah barang tentu adalah Penghasilan.  UU PPh kita menganut prinsip pemajakan dalam pengertian luas artinya pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalanya yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak. Dividen sebagai salah bentuk penghasilan tidak luput dari sasaran Pajak Penghasilan. Dividen itu sendiri secara umum bisa dikenakan PPh Final, bisa juga dikenakan PPh Pasal 23, tergantung siapa yang menerima. Disisi lain dividen itu juga bisa saja tidak dikenakan Pajak Penghasilan alias bukan obyek PPh. Pada artikel ini saya akan membahas Perlakuan PPh atas Penghasilan Berupa Dividen. Semoga bermanfaat bagi para pembaca.

DASAR HUKUM PERLAKUAN PPH ATAS DIVIDEN

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) (berlaku sejak 2 Januari 2009).
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Atas Dividen Yang Diterima atau Diperoleh wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (berlaku sejak 1 Januari 2009).
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan.
  4. PMK-111/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (berlaku sejak 14 Juni 2010).

DEFINISI DIVIDEN

Dividen merupakan penghasilan yang diterima oleh pemegang saham sebagai imbalan atas modal yang ditanamkan. Sesuai ketentuan Pasal 4 ayat  (1) huruf g UU PPh, Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi. Termasuk dalam pengertian dividen adalah:
  1. Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun;
  2. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
  3. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
  4. Pembagian laba dalam bentuk saham;
  5. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
  6. Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;
  7. Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
  8. Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
  9. Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
  10. Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
  11. Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
  12. Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Sementara itu, Pasal 2 PP-94 Tahun 2010 menyebutkan jenis dividen yang tidak termasuk ke dalam dividen sebagaimana Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh yaitu pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari:
  1. Kapitalisasi agio saham kepada pemegang saham yang telah menyetor modal atau membeli saham di atas harga nominal, sepanjang jumlah nilai nominal saham yang dimilikinya setelah pembagian saham bonus tidak melebihi jumlah setoran modal; dan
  2. Kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-¬Undang Pajak Penghasilan.

APAKAH DIVIDEN DIKENAKAN PPH?

Sesuai pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh, pada dasarkan dividen merupakan obyek PPh. Mekanisme pengenaan pajak atas dividen ini adalah melalui pemotongan oleh pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen (withholding tax). Namun demikian, terdapat suatu pengecualian dimana dividen menjadi bukan obyek PPh. Hal ini diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh. Dividen yang dikecualikan dari obyek PPh adalah dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
  1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
  2. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
selanjutnya di dalam pasal 17 ayat (2c) UU PPh disebutkan bahwa tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan bersifat final. Pasal lainnya yang juga mengatur mengenai dividen adalah Pasal 23 UU PPh. Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) UU PPh, penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh, dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan, dengan tarif 15% dari jumlah bruto. Kesimpulannya, perlakuan PPh atas dividen sebagai obyek pajak dibedakan berdasarkan subyek yang menerima dividen tersebut sebagai berikut :
  1. Dividen yang diterima WP Orang Pribadi Dalam Negeri dikenai PPh sebesar 10% dan bersifat final;
  2. Dividen yang diterima WP Badan Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap, selain yang disebutkan dalam pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh dikenai PPh Pasal 23 sebesar 15%.
  3. Dividen yang diterima WP Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap, dikenai PPh sebesar 20%.

MEKANISME PEMOTONGAN

  1. Penerima Dividen Adalah WP Orang Pribadi Dalam Negeri

  2. Pemotongan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dilakukan pada saat dividen disediakan untuk dibayarkan (Pasal 2 ayat 2 PMK-111/PMK.03/2010). Pemotong dalam hal ini adalah Pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen, wajib memberikan tanda bukti pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) (F.1.1.33.21) kepada penerima dividen. Pemotong wajib menyetor PPh yang telah dipotong tersebut paling lama tanggal 10 bulan berikutnya dengan menggunakan SSP (Kode akun pajak/kode jenis setoran 411128/419). Pemotong juga wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) paling lama tanggal 20 bulan berikutnya dengan mengisi obyek pajak no.10 pada SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2).
    WP OP penerima dividen melaporkan penghasilan dividen tersebut pada SPT Tahunan PPh sebagai berikut :
    1. Jika WP OP menggunakan SPT 1770, penghasilan dividen dilaporkan pada formulir 1770-III bagian A angka 14.
    2. Jika WP OP menggunakan SPT 1770 S, penghasilan dividen dilaporkan pada formulir 1770 S-II bagian A angka 12.
    3. Jika WP OP menggunakan SPT 1770 SS (PER-26/PJ/2013), penghasilan dividen dan PPh yang dipotong dilaporkan di Bagian B angka 8 dan 9.

  3. Penerima Dividen Adalah WP Badan Dalam Negeri

  4. Pemotongan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada WP Badan Dalam Negeri (tentunya selain penerima dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh) dilakukan pada saat dividen disediakan untuk dibayarkan. Yang dimaksud dengan “saat disediakan untuk dibayarkan (Penjelasan Pasal 15 ayat (3) PP Nomor 94 Tahun 2010) adalah :
    1. untuk perusahaan yang tidak go public, adalah saat dibukukan sebagai utang dividen yang akan dibayarkan, yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan. Demikian pula apabila perusahaan yang bersangkutan dalam tahun berjalan membagikan dividen sementara (dividen interim), maka Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan terutang pada saat diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Direksi atau pemegang saham sesuai dengan Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan.  
    2. untuk perusahaan yang go public, adalah pada tanggal penentuan kepemilikan pemegang saham yang berhak atas dividen (recording date). Dengan perkataan lain pemotongan Pajak Penghasilan atas dividen sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan baru dapat dilakukan setelah para pemegang saham yang berhak "menerima atau memperoleh" dividen tersebut diketahui, meskipun dividen tersebut belum diterima secara tunai.
    Pemotong dalam hal ini adalah pihak yang wajib membayarkan, wajib memberikan bukti potong PPh Pasal 23 (F.1.1.33.06) kepada peneriman dividen. Pemotong menyetorkan PPh Pasal 23 yang telah dipotong tersebut paling lama tanggal 10 bulan berikutnya dengan menggunakan SSP (kode akun pajak/kode jenis setoran 411124/101). Pemotong juga wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 paling lama tanggal 20 bulan berikutnya. Bagi pihak yang menerima dividen ini, PPh Pasal 23 yang telah dipotong ini merupakan kredit pajak.
Demikian, semoga artikel tentang Perlakuan PPh Atas Penghasilan Berupa Dividen ini bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...