Sabtu, 17 Mei 2014

MENGKUASAKAN PELAKSANAAN HAK DAN/ATAU KEWAJIBAN PERPAJAKAN

Sebuah perusahaan PT X dengan peredaran usaha tahun pajak terakhir hampir Rp. 6 Milyar. Tuan A sebagai pemilik perusahaan tercatat sebagai pengurus perusahaan dengan posisi direktur sebagaimana dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan form 1771-V Bagian B. Namun karena Tuan A tidak bisa secara intens hadir di kantor PT X karena mengurusi bisnis lain di Kota lain, maka tuan A mendelegasikan beberapa kewenangan kepada Tuan B selaku operasional manager termasuk menangani hak dan/atau melaksanakan kewajiban perpajakan PT X. Untuk itu Tuan A memberikan surat kuasa kepada Tuan B. Dari sudut pandang bisnis saya pikir pendelegasian tersebut tidak ada masalah namun bagaimana dari sisi perpajakan ? Apakah memungkinkan bagi Tuan B untuk menjadi kuasa dari Tuan A dalam menangani pelaksanaan hak dan/atau kewajiban Perpajakan PT X ? Kita akan segera tau jawabannya.
KISAH LAIN: Tuan C sudah DANDAN GAGAH dan SIAP DENGAN MATERI mau menghadap AR buat konseling mewakili TUAN D, trus ditanya sama AR, maaf Tuan C, boleh saya lihat surat kuasa nya dari Tuan D ???? JEDEEEERR ,, (Tuan C ga punya surat kuasa dari Tuan D). Tuan C ga jadi bahas konseling malah ngomongin JAGOANNYA DI PIALA DUNIA 2014.

PERATURAN PERPAJAKAN TERKAIT

  1. Pasal 32 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP)
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-22/PMK.03/2008
  3. Surat Edaran Nomor: SE-16/PJ/2008

WAKIL WAJIB PAJAK

Subyek pajak dibedakan menjadi subyek pajak orang pribadi, warisan yang belum terbagi, dan subyek pajak badan. Subyek pajak badan memiliki berbagai macam bentuk seperti Perseroan Terbatasm (PT), CV, Perseroan lainnya, BUMN, BUMD, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Ormas, Orsospol, Lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk Kontrak Investasi Kolektif dan BUT. Untuk subyek pajak orang pribadi sudah jelas bahwa pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakannya dilaksanakan oleh orang pribadi tersebut. Bagaimana dengan subyek pajak warisan atau badan ? Badan atau warisan tidak dapat melaksanakan hak dan/atau kewajiban perpajakannya sendiri, dibutuhkan wakil yang akan melaksanakan hak dan/atau kewajiban perpajakan subyek pajak tersebut. Diatur dalam Pasal 32 ayat (1) UU KUP, Wajib Pajak diwakili dalam hal :
  1. badan oleh pengurus;
  2. badan yang dinyatakan pailit oleh kurator;
  3. badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan;
  4. badan dalam liquidasi oleh liquidator;
  5. suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya; atau
  6. anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali atau pengampunya.
Wakil sebagaimana disebutkan diatas, bertanggungjawab secara pribadi dan/atau secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang, kecuali apabila dapat membuktikan dan meyakinkan Direktur Jenderal Pajak bahwa mereka dalam kedudukannya benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak yang terutang tersebut.

 

KUASA WAJIB PAJAK

Wajib Pajak dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan/atau kewajiban perpajakan sesuai ketentuan. Untuk dapat menjadi kuasa dengan surat kuasa khusus harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
  1. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
  2. telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak terakhir;
  3. menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; dan
  4. memiliki Surat Kuasa Khusus dari Wajib Pajak yang memberi kuasa dengan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran l PMK-22/PMK.03/2008.
Untuk syarat pada angka 1, 2, dan 4 saya kira cukup mudah dipahami, memiliki NPWP bisa dibuktikan dengan memiliki kartu NPWP, telah menyampaikan SPT Tahunan bisa dibuktikan dengan adanya bukti pelaporan/tanda terima pelaporan SPT Tahunan. Nah untuk yang syarat nomor 3 ini agak-agak sulit nih karena menyangkut “isi kepala” . Pada dasarnya seorang kuasa bisa berprofesi sebagai konsultan pajak atau bukan konsultan pajak. Bukan konsultan pajak disini termasuk juga karyawan Wajib Pajak. Terkait dengan ketentuan/syarat menjadi kuasa sebagaimana angka 3 diatas, Pasal 3 PMK-22/PMK.03/2008 mengatur sebagai berikut :
  1. Dalam hal seorang kuasa bukan konsultan pajak, persyaratan menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat brevet atau ijazah pendidikan formal di bidang perpajakan yang diterbitkan oleh Perguruan tinggi negeri atau swasta dengan status terakreditasi A, sekurang-kurangnya tingkat Diploma III yang dibuktikan dengan menyerahkan fotokopi sertifikat brevet atau ijazah.
  2. Dalam hal seorang kuasa adalah konsultan pajak, persyaratan menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dibuktikan dengan kepemilikan Surat Izin Praktek Konsultan Pajak yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan dan menyerahkan fotokopi Surat Izin Praktek Konsultan Pajak yang dilengkapi dengan Surat Pernyataan Sebagai Konsultan Pajak dengan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II PMK-22/PMK.03/2008.
Seseorang yang bukan konsultan pajak memiliki ruang yang lebih sempit untuk dapat ditunjuk sebagai kuasa Wajib Pajak dibandingkan dengan seseorang yang konsultan pajak karena berdasarkan ketentuan pasal 4 PMK-22/PMK.03/2008, seseorang yang bukan konsultan pajak termasuk karyawan Wajib Pajak hanya dapat menerima kuasa dari :
  1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
  2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun; atau
  3. Wajib Pajak badan dengan peredaran bruto tidak lebih dari dari Rp 2.400.000.000,00 (dua miliar empat ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun.
Karyawan wajib pajak yang dimaksud disini adalah karyawan tetap yang telah menerima penghasilan dari Wajib Pajak pemberi kuasa yang dibuktikan dengan Surat Pernyataan bermeterai dari Wajib Pajak dengan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III PMK-22/PMK.03/2008.

HAK DAN KEWAJIBAN KUASA

Seorang kuasa yang akan mewakili pemberi kuasa dalam melaksanakan hak dan/atau kewajiban perpajakan pemberi kuasa harus memenuhi syarat sebagai kuasa sebagaimana sudah dijabarkan diatas. Ada ketentuan yang melarang pegawai DJP untuk menindaklanjuti pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu dari Wajib Pajak yang memberikan kuasa kepada seseorang yang tidak memenuhi persyaratan sebagai kuasa Wajib Pajak. Perlu diketahui juga bahwa 1 surat kuasa khusus hanya berlaku untuk satu pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu saja. Jadi apabila seorang kuasa menerima kuasa untuk mengurus SPT Tahunan dan mengurus proses keberatan maka surat kuasa khususnya dibuat masing-masing. 
Dalam melaksanakan tugas sebagai seorang kuasa, ada beberapa aturan maen sebagaimana diatus dalam PMK-22/PMK.03/2008:
  1. Seorang kuasa tidak dapat melimpahkan kuasa yang diterima dari Wajib Pajak kepada orang lain.
  2. Seorang kuasa dapat menunjuk orang lain atau karyawannya terbatas untuk menyampaikan dokumen-dokumen dan/atau menerima dokumen-dokumen perpajakan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan, selain penyerahan dokumen yang dapat disampaikan melalui tempat pelayanan terpadu.
  3. Orang lain atau karyawan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada angka 2, wajib menyerahkan Surat Penunjukan dari seorang kuasa pada saat melaksanakan tugasnya sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan ini.
  4. Seorang kuasa mempunyai hak dan/atau kewajiban yang sama dengan Wajib Pajak terbatas pada pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu sebagaimana tercantum dalam surat kuasa khusus.
  5. Seorang kuasa wajib memberi bantuan, penjelasan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu Wajib Pajak yang memberikan kuasa kepadanya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  6. Dalam melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan tertentu, seorang kuasa diwajibkan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
  7. Seorang kuasa tidak diperbolehkan melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang memberikan kuasa dalam hal seorang kuasa pada saat melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan tertentu :
    1. melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
    2. menghalang-halangi pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; atau
    3. dipidana karena melakukan tindakan pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya.
    Dalam hal seorang kuasa terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud huruf a, b, dan c, Wajib Pajak pemberi kuasa wajib melaksanakan sendiri hak dan/atau kewajiban yang dikuasakan atau menunjuk seorang kuasa lain dengan surat kuasa khusus.
Lantas Apakah Tuan B dapat mewakili/menjadi kuasa Tuan A dalam pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan PT X, pembaca pasti sudah tau jawabannya. Akhir kata, semoga artikel ini bermanfaat bagi para pembaca.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...