Minggu, 02 Februari 2014

PPH PASAL 21 PEGAWAI TIDAK TETAP

Pemotongan PPh Pasal 21 untuk pegawai tidak tetap yang dibahas disini mengacu pada ketentuan PER-31/PJ/2012 yang mulai berlaku 1 Januari 2013.
Yang dimaksud dengan pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja. Upah atau imbalan yang diberikan kepada pegawai tidak tetap dapat berupa upah harian, upah mingguan, upah yang dibayar bulanan, upah satuan, dan upah borongan.
Berdasarkan cara menghitung PPh Pasal 21 nya, Pegawai tidak tetap dapat dibedakan menjadi :
  1. Pegawai tidak tetap yang menerima penghasilan berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan dengan penghasilan sehari tidak melebihi Rp. 200.000 (dua ratus ribu) sepanjang penghasilan kumulatif dalam 1 bulan kalender belum melebihi Rp. 2.025.000. Penghasilan pegawai tetap ini tidak dipotong PPh Pasal 21.
  2. Pegawai tidak tetap  yang menerima penghasilan berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan dengan penghasilan sehari melebihi Rp. 200.000 (dua ratus ribu) sepanjang penghasilan kumulatif dalam 1 bulan kalender belum melebihi Rp. 2.025.000. Dasar pengenaan pajaknya adalah jumlah penghasilan yang melebihi Rp. 200.000.
  3. Pegawai tidak tetap yang jumlah kumulatf penghasilannya dalam 1 bulan kalender telah melebihi Rp. 2.025.000 s.d Rp. 7.000.000. Dasar Pengenaan Pajaknya adalah Penghasilan kena pajak yang dihitung dari penghasilan bruto dikurangi PTKP yang sebenarnya. PTKP yang sebenarnya adalah PTKP untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya.
  4. Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan dalam 1 bulan kalender telah melebihi Rp. 7.000.000. Dasar Pengenaan Pajaknya adalah penghasilan kena pajak yang dihitung dari penghasilan bruto yang disetahunkan dikurangi PTKP setahun.
Satu rumpun dengan pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pemagang dan calon pegawai. Dalam menghitung PPh Pasal 21 untuk pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas/pemagang/calon pegawai, yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, uang saku harian atau mingguan, langkah pertama adalah menentukan jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku yang diterima atau diperoleh dalam sehari dengan cara :
  1. Upah mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam seminggu;
  2. Upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari;
  3. Upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan borongan.
 CONTOH PERHITUNGAN
  1. UPAH HARIAN
  2. 1. Nurcahyo dengan status belum menikah pada bulan Januari 2013 bekerja sebagai buruh harian PT Cipta Mandirii Sejahtera. Ia bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar Rp. 200.000. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang : 
    Sampai dengan hari ke-10, karena jumlah kumulatif upah yang diterima belum melebihi Rp. 2.025.000, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang dipotong. Pada hari ke-11 jumlah kumulatif upah yang diterima melebihi Rp. 2.025.000, maka PPh Pasal 21 yang terutang berdasarkan upah setelah dikurangi PTKP yang sebenarnya.
    Sehingga pada hari ke-11, upah bersih yang diterima Nurcahyo sebesar: Rp. 200.000 – Rp. 72.875 = Rp. 127.125. misalkan Nurcahyo bekerja selama 12 hari, maka penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-12 adalah sebagai berikut:
    Sehingga pada hari ke-12, Nurcahyo menerima upah bersih sebesar Rp. 200.000 – Rp. 6.625 = Rp. 193.375.  
    2. Nanang Hermawan (belum menikah) pada bulan Maret 2013 bekerja pada perusahaan PT Tani Jaya, menerima upah sebesar Rp. 300.000 per hari. Penghitungan PPh Pasal 21 upah sehari Rp. 300.000 :
    Pada hari ke-7 dalam bulan kalender yang bersangkutan, Nanang Hermawan telah menerima penghasilan sebesar Rp. 2.100.000 sehingga telah melebihi Rp. 2.025.000. Dengan demikian PPh Pasal 21 atas penghasilan Nanang Hermawan pada bulan Maret 2013 dihitung sebagai berikut :
    Dengan demikian upah yang diterima Nanang Hermawan pada hari ke-7 adalah Rp. 300.000 – Rp. 51.375 = Rp. 248.625.
    Pada hari kerja ke-8 dan seterusnya dalam bulan kalender yang bersangkutan, jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah Rp. 11.625

  3. UPAH SATUAN
  4. Rizal Fahmi (belum menikah) adalah seorang karyawan yang bekerja sebagai perakit TV pada suatu perusahaan elektronika. Upah yang dibayar berdasarkan atas jumlah unit/satuan yang diselesaikan yaitu Rp. 75.000 per buah TV dan dibayarkan tiap minggu. Dalam waktu 1 minggu (6 hari kerja) dihasilkan sebanyak 24 buah TV dengan upah Rp. 1.800.000. Penghitungan PPh Pasal 21 :
    Dengan demikian upah bersih yang diterima Rizal Fahmi adalah Rp.1.800.000 - Rp. 30.000 = Rp. 1.770.000.

  5. UPAH BORONGAN
  6. Mawan mengerjakan dekorasi sebuah rumah dengan upah borongan sebesar Rp. 450.000. Pekerjaan diselesaikan dalam 2 hari.
    Dengan demikian upah bersih yang diterima adalah Rp.450.000 - Rp. 2.500 = Rp. 447.500.


  7. UPAH DIBAYAR BULANAN
  8. Bagus Hermanto bekerja pada perusahaan elektronika dengan dasar upah harian yang dibayarkan bulanan. Dalam bulan Januari 2013 Bagus Hermanto hanya bekerja 20 hari kerja dan upah sehari adalah Rp. 150.000. Bagus Hermanto menikah namun belum memiliki anak. Penghitungan PPh Pasal 21 :
Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...