Kemarin (Senen, 20 Januari 2014) merupakan jatuh tempo pelaporan SPT Masa PPh, seperti biasa dan sudah saya prediksikan, Kantor Pelayanan Pajak akan ramai oleh Wajib Pajak yang melapor SPT. Namun prediksi saya salah total, Kantor Pelayanan Pajaknya tidak ramai, tapi Ruamai Suekalik, ada apa gerangan ? apakah ini terjadi di semua KPP ? Biasanya kalau tanggal 20 bulan-bulan sebelumnya tidak seramai itu deh. Apakah Wajib Pajak sudah pada mulai laporan SPT Tahunan ?. Setelah saya pikir-pikir, tampaknya ini ada kaitan dengan pemberlakukan SPT Masa PPh Pasal 21 yang baru berdasarkan PER-14/PJ/2013. Sejatinya PER-14/PJ/2013 tersebut mulai berlaku sejak 1 Januari 2014, namun Pasal 8 ayat (2) PER-14/PJ/2013 menyebutkan bahwa Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan/atau pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau 26 untuk Masa Pajak Desember 2013 yang dilakukan setelah tanggal 20 Januari 2014 dilakukan dengan menggunakan formulir SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 sesuai PER-14/PJ/2013. Ini artinya, Tanggal 20 Januari 2014 kemarin adalah kesempatan terakhir untuk menggunakan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau 26 formulir lama sesuai PER-32/PJ/2009).
Namun demikian, pada tulisan saya kali ini, saya tidak akan membahas tentang SPT Masa PPh Pasal 21/26 yang baru tapi saya saya akan mengulas kembali, sekedar menghangatkan kembali ingatan kita tentang tata cara pemotongan PPh Pasal 21 berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-31/PJ/2012 yang mulai berlaku 1 Januari 2013. Peraturan ini mencabut peraturan sebelumnya yang mengatur mengenai pemotongan PPh Pasal 21 yaitu PER-31/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan PER-57/PJ/2009. Tata cara pemotongan PPh Pasal 21 yang akan diulas disini terbatas pada tata cara pemotongan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap.
DEFINISI PEGAWAI TETAP
Yang dimaksud dengan pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur
FORMULA PEMOTONGAN PPH 21
- Penghasilan Bruto
- Pengurang Penghasilan Bruto
- Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
- Rp24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
- Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
- Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
- Bagi karyawati kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri. Dalam hal karyawati kawin dapat menunjukkan keterangan tertulis dari Pemerintah Daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP adalah PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk status kawin dan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
- Bagi karyawati tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
- Tarif PPh Pasal 17 Ayat (1) huruf a UU PPh
Penghasilan pegawai tetap yang dipotong PPh Pasal 21 meliputi penghasilan yang sifatnya teratur maupun penghasilan yang sifatnya tidak teratur. Penghasilan yang bersifat teratur berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur. Penghasilan yang bersifat tidak teratur adalah penghasilan selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam setahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, tunjangan hari raya (THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun. Dalam menghitung penghasilan bruto pegawai tetap, kita juga perlu memperhatikan ketentuan Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 8 Ayat (1) dan ayat (2) PER-31/PJ/2012.
Dalam menghitung penghasilan bruto, untuk perusahaan yang masuk program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Premi Jaminan Kematian (JK) dan premi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan bagi pegawai, termasuk juga premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya. Premi-premi tersebut digabungkan dengan penghasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai.
Dalam menghitung penghasilan bruto, untuk perusahaan yang masuk program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Premi Jaminan Kematian (JK) dan premi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan bagi pegawai, termasuk juga premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya. Premi-premi tersebut digabungkan dengan penghasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai.
Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih,dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan atau tidak.
Iuran pensiun, iuran THT, iuran JHT yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah iuran yang dibayar sendiri oleh pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau kepada Badan Penyelenggara Program Jamsostek.
Iuran pensiun, iuran THT, iuran JHT yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah iuran yang dibayar sendiri oleh pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau kepada Badan Penyelenggara Program Jamsostek.
Pada Pasal 11 PER-31/PJ/2012 disebutkan, Besarnya PTKP per tahun adalah sebagai berikut :
- PEGAWAI TETAP DENGAN GAJI BULANAN
- PEGAWAI TETAP DENGAN GAJI MINGGUAN
- PEGAWAI TETAP DENGAN GAJI HARIAN
- PEGAWAI TETAP MENERIMA UANG RAPEL
- PEGAWAI TETAP MENERIMA PENGHASILAN TIDAK TERATUR Peghasilan tidak teratur yang diterima pegawai tidak tetap antara lain dapat berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan hari raya atau tahun baru, bonus, premi, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap dan pada umumnya diberikan sekali dalam setahun.
- PEGAWAI TETAP DIPINDAHTUGASKAN DALAM TAHUN BERJALAN Pada saat pegawai dipindahtugaskan, pegawai yang bersangkutan tidak berhenti bekerja dari perusahaan tempat dia bekerja. Pegawai yang bersangkutan masih tetap bekerja pada perusahaan yang sama dan hanya berubah lokasinya saja. Dengan demikian dalam penghitungan PPh Pasal 21 tetap menggunakan dasar penghitungan selama setahun.
- PEGAWAI TETAP MULAI BEKERJA DALAM TAHUN BERJALAN Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap yang mulai bekerja dalam tahun berjalan dibedakan menjadi dua yaitu untuk pegawai yang kewajiban pajak subyektifnya sebagai Subyek Pajak Dalam Negeri sudah ada sejak awal tahun kalender dan untuk pegawai yang kewajiban pajak subyektifnya sebagai Subyek Pajak Dalam Negeri dimulai setelah permulaan tahun pajak.
- PEGAWAI TETAP BERHENTI BEKERJA DALAM TAHUN BERJALAN Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap yang berhenti bekerja dalam tahun berjalan dapat dibedakan menjadi dua yaitu untuk pegawai yang pada saat berhenti bekerja masih memiliki kewajiban subyektif dan untuk pegawai yang pada saat berhenti bekerja sekaligus kehilangan kewajiban pajak subyektif.
- PEGAWAI TETAP MENERIMA PENGHASILAN DALAM MATA UANG ASING Neill Mc Leary adalah seorang pegawai tetap memperoleh gaji pada bulan Januari 2013 dalam mata uang asing sebesar US$2.000 sebulan. Kurs yang berlaku untuk bulan Januari 2013 berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan adalah Rp. 11.250 per US$ 1. Neill Mc Leary berstatus menikah dengan 1 anak.
- PEGAWAI TETAP DENGAN PPH 21 DITANGGUNG PEMBERI KERJA Dalam hal PPh Pasal 21 atas gaji pegawai ditanggung oleh pemberi kerja, pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja tersebut termasuk dalam pengertian kenikmatan sebagaiman dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b PER-31/PJ/2012 dan bukan merupakan penghasilan pegawai yang bersangkutan kecuali pemberi kerja tersebut adalah Wajib Pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
- PEGAWAI TETAP MENERIMA TUNJANGAN PAJAK Tunjangan pajak merupakan penghasilan bagi pegawai yang bersangkutan dan ditambahkan pada penghasilan yang diterimanya. Peri Irawan (status belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan) bekerja pada PT Kartika dengan memperoleh gaji sebesar Rp. 2.500.000 sebulan. Kepada Peri Irawan diberikan tunjangan pajak sebesar Rp. 25.000. Iuran pensiun yang dibayar oleh Peri Irawan adalah sebesar Rp. 25.000 sebulan. Pph Pasal 21 bulan September 2013 dalam hal Peri Irawan tidak menerima penghasilan dari PT Kartika selain gaji adalah :
- PEGAWAI TETAP MENERIMA NATURA ATAU KENIKMATAN LAINNYA YANG DIBERIKAN OLEH WP YANG PENGENAAN PAJAKNYA BERSIFAT FINAL ATAU BERDASARKAN NORMA PENGHITUNGAN KHUSUS (DEEMED PROFIT) Qalbun Junaidi adalah Warga Negara RI yang bekerja pada suatu perwakilan dagang asing yang pengenaan pajaknya menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit), pada bulan Agustus 2013 memperoleh gaji sebesar Rp. 2.500.000 sebulan beserta beras 50 kg dan gula 10 kg. Qalbun Junaidi berstatus menikah dengan 1 orang anak. Nilai uang dari beras dan gula dihitung berdasarkan harga pasar yaitu : Harga beras : Rp. 10.000 / kg, Harga gula : Rp. 8.000 / kg. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut :
- PEGAWAI TETAP BARU MEMILIKI NPWP PADA TAHUN BERJALAN Wahyu Santosa status belum menikah dan tidak memiliki tanggungan keluarga, bekerja pada PT Fajar dengan memperoleh gaji dan tunjangan setiap bulan sebesar Rp. 5.500.000 dan yang bersangkutan membayar iuran pensiun kepada perusahaan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan setiap bulan sebesar Rp. 200.000. Wahyu Santosa baru memiliki NPWP pada bulan Juni 2013 dan menyerahkan fotokopi kartu NPWP kepada PT Fajar untuk digunakan sebagai dasaar pemotongan PPh Pasal 21 bulan Juni. Perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap bulan untuk bulan Januari – Mei 2013 adalah sebagai berikut:
- PPH YANG HARUS DIPOTONG PADA MASA PAJAK TERAKHIR Penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada Masa Pajak terakhir, yaitu :
- Bulan Desember untuk pegawai tetap yang bekerja sampai dengan akhir tahun kalender. Dalam hal Penghasilan tetap dan teratur setiap bulan sama/tidak berubah, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Desember besarnya sama dengan yang dipotong pada bulan sebelumnya. Dalam hal besarnya penghasilan tetap dan teratur setiap bulan mengalami perubahan, maka penghitungan PPh Pasal 21 menjadi sebagai berikut :
- Bulan terakhir memperoleh gaji atau penghasilan tetap dan teratur karena yang bersangkutan berhenti bekerja. Penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan terakhir sama dengan contoh pada huruf H.
Budi Karyanto pegawai pada perusahaan PT Chandra Kirana, menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp. 3.000.000. PT Chandra Kirana mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0.5% dan 0.3% dari gaji. PT Chandra Kirana menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3.7% dari gaji sedangkan Budi Karyanto membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Chandra Kirana juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya.
PT Chandra Kirana membayar iuran pensiun untuk Budi Karyanto ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp. 100.000, sedangkan Budi Karyanto membayar iurang pensiun sebesar Rp. 50.000. Pada bulan Januari 2013 Budi Karyanto hanya menerima pembayaran berupa gaji. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Januari 2013 adalah sebagai berikut:
Heri Herawan pegawai pada perusahaan PT Segara dengan memperoleh gaji mingguan sebesar Rp. 1.000.000. Heri Herawan berstatus telah menikah dan mempunyai seorang anak. PT Segara masuk program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masih-masing setiap bulan sebesar 1% dan 0.3% dari gaji. PT Segara membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3.7% dari gaji dan Heri Herawan membayar iuran pensiun Rp. 20.000 dan Jaminan Hari Tua sebesar 2% dari gaji. Dalam minggu pertama pada bulan Agustus 2013 Heri Herawan hanya memperoleh pembayaran berupa gaji saja sehingga penghitungan PPh Pasal 21 untuk minggu pertama bulan Agustus adalah :
Nasrun pada tahun 2013 bekerja sebagai pegawai tetap pada perusahaan PT Rejo Indonusa dengan memperoleh gaji yang dibayar harian sebesar Rp. 150.000. Nasrun kawin dan mempunyai seorang anak. PT Rejo Indonusa masuk program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing setiap bulan sebesar 1% dan 0.3% dari gaji. PT Rejo Indonusa membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3.7% dari gaji dan Nasrun membayar iuran pensiun Rp. 25.000 dan Jaminan Hari Tua sebesar 2% dari gaji. Penghitungan PPh Pasal 21 yang dipotong adalah sebagai berikut :
Dengan demikian PPh Pasal 21 yang dipotong atas pemberian bonus tersebut adalah Rp. 411.500 - Rp. 174.000 = Rp. 237.500
Pegawai dengan kewajiban pajak subyektif sejak awal tahun kalender
Pegawai Tetap Berhenti Bekerja dan Masih Memiliki Kewajiban Pajak Subyektif
Budi Karyanto sebagaimana tersebut dalam contoh perhitungan huruf A diatas pada bulan Juni 2013 menerima kenaikan gaji menjadi Rp. 3.500.000 sebulan dan berlaku surut sejak 1 Januari 2013. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut maka Budi Karyanto menerima rapel sejumlah Rp. 2.500.000 (kekurangan gaji untuk masa Januari s.d Mei 2013). Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas uang rapel tersebut, terlebih dahulu dihitung kembali PPh Pasal 21 untuk masa Januari s.d Mei 2013 atas dasar penghasilan setelah ada kenaikan gaji. Dengan demikian penghitungan penghitungan PPh Pasal 21 terutangnya adalah sebagai berikut :
Joko (tidak kawin) bekerja pada PT Qolbu dengan memperoleh gaji sebesar Rp. 2.500.000 sebulan. Pada bulan Maret 2013 Joko memperoleh bonus sebesar Rp. 5.000.000 sehingga pada bulan Maret 2013 Joko memperoleh penghasilan berupa gaji Rp. 2.500.000 dan bonus sebesar Rp. 5.000.000. Setiap bulannya Joko membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp. 60.000. Cara menghitung PPh Pasal 21 atas bonus adalah :
Dengan demikian PPh Pasal 21 yang dipotong atas pemberian bonus tersebut adalah Rp. 411.500 - Rp. 174.000 = Rp. 237.500
Agus yang berstatus belum menikah adalah pegawai pada PT Nusantara di Jakarta. Sejak 1 Juni 2013 dipindahtugaskan ke kantor cabang di bandung dan pada 1 Oktober 2013 dipindahtugaskan lagi ke kantor cabang di Garut. Gaji Agus sebesar Rp. 3.500.000 dan pembayaran iuran pensiun yang dibayar sendiri sebulan sejumlah Rp. 100.000. Selama bekerja di PT Nusantara Agus hanya menerima penghasilan berupa gaji saja. Perhitungan PPh Pasal 21:
Pegawai dengan kewajiban pajak subyektif sejak awal tahun kalender
Budiyanta bekerja pada PT Xiang sebagai pegawai tetap sejak 1 September 2013. Budiyanta menikah tetapi belum punya anak. Gaji sebulan adalah Rp. 8.000.000 dan iuran pensiun yang dibayar setiap bulan adalah Rp. 150.000. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan September 2013 dalam hal Budiyanta hanya menerima penghasilan berupa gaji adalah :
Pegawai dengan kewajiban pajak subyektif setelah permulaan Tahun Pajak.
David (K/3) mulai bekerja 1 September 2013. Ia bekerja di Indonesia s.d Agustus 2015. Selama Tahun 2013 menerima gaji per bulan Rp. 20.000.000. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan September 2013 dalam hal David hanya menerima penghasilan berupa gaji adalah sebagai berikut :
Pegawai Tetap Berhenti Bekerja dan Masih Memiliki Kewajiban Pajak Subyektif
Marwanto yang berstatus belum menikah adalah pegawai pada PT Mahakam di Yogyakarta. Sejak 1 Oktober 2013, yang bersangkutan berhenti bekerja di PT Mahakam. Gaji Marwanto setiap bulan adalah Rp. 3.500.000 dan yang bersangkutan membayar iuran pensiun kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan sejumlah Rp. 100.000 setiap bulan. Selama bekerja di PT Mahakam, Marwanto hanya menerima penghasilan berupa gaji saja. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:
Kelebihan pemotongan sebesar Rp. 243.750 dikembalikan oleh PT Mahakam kepada pegawai yang bersangkutan pada saat pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21.
Pegawai Tetap Berhenti Bekerja dan Sekaligus Kehilangan Kewajiban Pajak Subyektif
Lewis Oshea (K/3) mulai bekerja Mei 2005 dan berhenti bekerja sejak 1 Juni 2013 dan meninggalkan Indonesia ke Negara asalnya (kehilangan kewajiban pajak subyektif). Selama tahun 2013 menerima gaji perbulan sebesar Rp. 15.000.000 dan pada bulan April 2013 menerima bonus Rp. 20.000.000.
Pegawai Tetap Berhenti Bekerja dan Sekaligus Kehilangan Kewajiban Pajak Subyektif
Lewis Oshea (K/3) mulai bekerja Mei 2005 dan berhenti bekerja sejak 1 Juni 2013 dan meninggalkan Indonesia ke Negara asalnya (kehilangan kewajiban pajak subyektif). Selama tahun 2013 menerima gaji perbulan sebesar Rp. 15.000.000 dan pada bulan April 2013 menerima bonus Rp. 20.000.000.
Arif Mulyana adalah seorang pegawai dari PT Lautan Otomata dengan status menikah dan mempunyai 3 orang anak. Dia menerima gaji Rp. 4.000.000 sebulan dan PPh ditanggung oleh pemberi kerja. Tiap bulan ia membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp. 150.000. Penghitungan Pph Pasal 21 untuk bulan Juli 2013 dalam hal Arif hanya menerima pembayaran gaji saja adalah:
PPh Pasal 21 sebesar Rp. 47.500 ini ditanggung dan dibayar oleh pemberi kerja. Jumlah sebesar Rp. 47.500 tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak kepada Arif Mulyana.
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang dan yang harus dipotong untuk bulan Juni 2013, setelah yang bersangkutan memiliki NPWP dan menyerahkan fotokopi kartu NPWP kepada pemberi kerja, dengan catatan gaji dan tunjangan untuk bulan Juni 2013 tidak berubah adalah sebagai berikut:
Apabila Wahyu Santosa baru memiliki NPWP pada akhir Nopember 2013 dan menyerahkan fotokopi NPWP sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk bulan Desember 2013, dengan asumsi penghasilan setiap bulan besarnya sama dan tidak ada penghasilan lain selain penghasilan tetap dan teratur setiap bulan tersebut, maka penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Desember 2013 adalah sebagai berikut :
Karena jumlah yang diperhitungkan lebih besar daripada jumlah PPh Pasal 21 terutang untuk bulan Desember 2013, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk bulan tersebut adalah NIHIL. Jumlah sebesar Rp. 180.000 dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 untuk bulan-bulan selanjutnya dalam tahun kalender berikutnya. Karena jumlah tersebut sudah diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang untuk bulan-bulan berikutnya, jumlah tersebut tidak termasuk dalam kredit pajak yang dapat diperhitungkan oleh pegawai tetap dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan WP OP yang bersangkutan.
Jaka Lelana status belum menikah dan tidak memiliki tanggungan keluarga bekerja pada PT Lazuardi dengan memperoleh gaji dan tunjangan setiap bulan sebesar Rp. 5.500.000 dan yang bersangkutan membayar iuran pensiun kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan setiap bulan sebesar Rp. 200.000. Mulai bulan Juli 2013, Jaka Lelana memperoleh kenaikan penghasilan tetap setiap bulan menjadi Rp. 7.000.000.
Penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap bulan untuk bulan Januari – Juni 2013: